Kebudayaan Lembah Indus

Sejak 4.500 tahun yang lalu masyarakat yang hidup di lembah Sungai Indus telah memiliki organisasi kemasyarakatan yang sangat tinggi. Cikal bakal peradaban India ini dikenal dengan sebutan peradaban lembah Sungai Indus. Secara geografis, kawasan ini meliputi negara Pakistan dan India bagian barat, rangkaian pegunungan Himalaya dan pegunungan Hindu Kush yang melindungi penduduk lembah Sungai Indus dari serangan bangsa asing. Satu-satunya jalan bagi para pendatang untuk memasuki kawasan lembah Sungai Indus adalah melalui celah Khyber. Adapun bagi masyarakat lembah Sungai Indus untuk berhubungan dengan negara-negara asia barat daya dan Cina adalah melalui jalan laut, karena kawasan ini berhadapan langsung dengan Laut Arab dan Samudra Hindia.
  Penelitian tentang peradaban India kuno dilakukan oleh para arkeolog dari Inggris. Pada tahun 1921, arkeolog Inggris bernama Sir John Marshall menemukan reruntuhan dua kota kuno yang sangat indah dan rapi. Dua kota ini dikenal dengan nama Mohenjo Daro dan Harappa. Dari reruntuhan dua kota ini, para ahli sejarah dapat menggambarkan berbagai segi kehidupan masyarakat lembah sungai Indus.
Sistem Pemerintahan
  Berdasarkan penelitian, di kota Mohenjo Daro dan Harappa ditemukan benteng yang mengelilingi kedua kota tersebut. Kota Harappa dikelilingi benteng sepanjang 450 meter dan di sekitar benteng tersebut dibangun barak-barak untuk tempat tinggal para pasukan. Di dekat barak-barak tersebut dibangun lumbung-lumbung tempat menyimpan hasil pertanian dengan ukuran panjang 15 meter dan lebar 6 meter. Dari peninggalan-peninggalan tersebut para ahli menduga bahwa peradaban lembah Sungai Indus telah menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat theokrasi. Tiap kota dipimpin oleh pendeta yang berkuasa secara mutlak. Jadi, kedua kota tersebut diperkirakan telah memiliki pemerintahan pusat.
Sistem Ekonomi
  Sistem perekonomian masyarakat lembah Sungai Indus sangat bergantung pada pengolahan lahan pertanian di sekitar sungai. Di kawasan ini, petani menanam padi, gandum, sayuran, buah-buahan, dan kapas. Selain itu mereka juga beternak sapi, kerbau, domba, dan babi. Selain pertanian dan peternakan, perdagangan juga merupakan aspek perekonomian penting bagi masyarakat lembah Sungai Indus. Kelebihan hasil pertanian membuat mereka dapat melakukan perdagangan dengan bangsa lain terutama dengan penduduk Mesopotamia. Barang dagangan yang diperjual-belikan masyarakat lembah Sungai Indus adalah barang-barang dari perunggu dan tembaga, bejana dari perak dan emas, serta perhiasan dari kulit dan gading.
Sistem Kepercayaan
  Sama halnya dengan sistem kepercayaan bangsa Mesir dan Mesopotamia, tumbuh dan berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat lembah Sungai Indus selalu berkaitan dengan lingkungan geografis tempat tinggalnya. Kebudayaan agraris yang dikembangkan masyarakat lembah Sungai Indus telah melandasi kepercayaan yang mereka anut. Untuk itu, masyarakat lembah Sungai Indus sangat mengagungkan dan memuja akan kesuburan. Hal ini terbukti dengan ditemukannya sejenis patung “Dewi Ibu” yang terbuat dari tanah liat. Patung dewi Ibu dipercayai sebagai perwujudan dari dewi kesuburan.
  Masyarakat lembah Sungai Indus juga menyembah manusia berwajah tiga dan binatang yang banyak ditemukan dalam cap stempel. Diduga cap stempel manusia berkepala tiga ini adalah dewa utama mereka yang pada perkembangan selanjutnya menjadi Dewa Syiwa dalam agama Hindu.
Kebudayaan Yang Tersebar Luas
  Penduduk yang tinggal di kedua kota tersebut dinamai orang Harappa sesuai dengan nama kota yang pertama kali ditemukan. Sepanjang abad ke-20 para arkeolog menemukan lebih dari seibu situs masyarakat Harappa. Pengaruh orang-orang Harappa tersebar di seluruh Lembah Sungai Indus dan sebagian besar Asia Selatan dan di sekitar pesisir utara Laut Arab.
  • Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima pemberitahuan tentang tulisan baru melalui surat elektronik.

    Bergabung dengan 2 pelanggan lain
  • Kategori